A. Pengertian Riba
Riba secara bahasa bernama: ziyadah,
dalam pengertian lain, secara lingustik, riba juga tumbuh dan membesar. Adapun
menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau
modal secara batil.[1]
Para ulama’ fiqih mendefiniskan riba
dengan :
فضل مال بلا عوض فى معاوضة مال بمال
(Kelebihan harta dalam suatu muamalah
dengan tidak ada imbalan/gantinya)
Maksudnya, tambahan terahadap modal yang
timbul akibat suatu teransaksi utang piutang yang harus diberikan terutang
kepada pemilik uang pada saat utang
jatuh tempo. Misalnya, sebesar Rp. 100.000,- untuk selama satu bulan Karim bersedia
meminjamkannya, apabila Farhan mengembalikannya Rp. 110.000 pada saat jatuh
tempo. Kelebihan uang Rp.10.000 yang harus dibayarkan ke Farhan, dalm
termenologi fiqih disebut riba.[2]
B. Macam-Macam Riba
Secar garis besar, riba
dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba utang-pitutang dan riba
jual beli. Kelompok pertama terabagi lagi menjadi riba qardh dan riba
jahiliyah. Adapun kelompok kedua riba jual beli, terbagi menjadi riba fadhl dan
nasi’ah.
1.
Riba qardh: suatu
manfaat atau tingkat kelibihan tertentu yang disaratkan terhadap yang berutang.
2.
Riba jahiliyah: hutang
dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya
pada waktu yang ditetakan.
3.
Riba fadahl: pertukaran
antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda sedangkan barang
dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi
4.
Riba nasiah: penangguhan
penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis
barang ribawi yang lainnya. Riba nasiah muncul karena ada perbedaan, perubahan,
atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.[3]
Barang-barang yang
berlaku riba padanya ialah emas, perak, dan makanan yang mengenyangkan atau
yang berguna untuk yang mengenyangkan, misalnya garam. Jual beli barang
tersebut, kalau sama jenisnya seperti emas dengan emas, gandum dengan gandum
diperlukan tiga syarat: (1) Tunai, (2) Serah terima, dan (3) Sama timbangannya.
Kalau jenisnnya berlainan, tetapi illat ribanya berlainan seperti perak dengan
beras, boleh dijual bagaimana saja seperti barang-barang yang lain, berarti
tidak diperlukan suatu syarat dari yang tiga itu.[4]
عَنْ
عُبَادَة بن الصَامِتْ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الذَّهَبَ
بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِا لْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشّعِيْرُ بِااشَّعِيْرِ
وَالتَّمَرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مَثْلًا بِمِثْلٍ سَوَاءٌ يَدًا
بِيَدٍ فَاِذَااخْتَلَفَتْ هذِهِ الْاَصْنَاف فبيعوا كَيْفَ شِئْتُمْ اِذَا كَانَ
يَدًا بِيَدً (رواه مسلم واحمد)
Dari Ubadah bin Samit Nabi SAW. bersabda:
emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jeraut dengan
jeraut, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam hendaklah sama banyaknya,
tunai dan serah terima. Apabila berlainan jenisnya, boleh kamu jual
sekehendakmu, asal tunai (HR. Muslim dan Ahmad).
C.
Hukum Riba
Para ulama’ fiqh
sepakat menyatakan bahwa muamalah dengan cara riba ini hukumnya haram.
Keharaman riba ini dapat dijumpai dalam ayat-ayat al- Quran dan hadist-hadist Rasulullah
SAW. Di dalam al-Quran menurut al Maraghi, mufasir dari Mesir, proses keharaman
riba disyariatkan Allah SWT. secara bertahap, yaitu:
Tahap pertama,
Allah SWT. menunjukkan bahwa riba itu bersifat negatif pernyataan ini difirmankan
Allah SWT dalam surat ar-Rum: 39 yang berbunyi:
!$tBur
OçF÷s?#uä
`ÏiB
$\/Íh‘ (#uqç/÷ŽzÏj9 þ’Îû ÉAºuqøBr&
Ĩ$¨Z9$# Ÿxsù (#qç/ötƒ
y‰YÏã «!$# ( ÇÌÒÈ……
Artinya:
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang
kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak
menambah pada sisi Allah…….” (QS. al-Rum: 39)
Ayat ini merupakan ayat
pertama yang berbicara tentang riba, yang menurut para mufassir ayat ini
termasuk ayat Makkiyah (ayat-ayat yang diturunkan pada periode Makkah). Akan
tetapi, para ulam tafsir sepakat menyatkan ayat ini tidak berbicara tentang
riba yang diharamkan. Al-Qurtubi, mufassir, menyatakan bahwa Ibnu Abbas
mengartikan riba dalam ayat ini dengan “hadiah” yang dilakukan orang-orang yang
mengharamkan imbalan mengharamkan berlebihan. Menurutnya, riba dalam ayat ini
termasuk riba mubah.
Tahap kedua,
Allah SWT. telah memberi isyarat akan keharaman riba melalui ancaman terhadap praktek
riba dikalangan masyarakat Yahudi. Hal ini difirmankan-Nya dalam surat an-Nisa’:
161 yang berbunyi:
ãNÏdÉ‹÷{r&ur (#4qt/Ìh9$# ô‰s%ur (#qåkçX çm÷Ztã öNÎgÎ=ø.r&ur tAºuqøBr& Ĩ$¨Z9$# È@ÏÜ»t7ø9$$Î/ 4
$tRô‰tGôãr&ur tûïÌÏÿ»s3ù=Ï9 öNåk÷]ÏB $¹/#x‹tã $VJŠÏ9r& ÇÊÏÊÈ
Artinya:
“Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal
Sesungguhnya mereka Telah dilarang daripadanya, dan Karena mereka memakan harta
benda orang dengan jalan yang batil. kami Telah menyediakan untuk orang-orang
yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih”. (QS. al-Nisa’: 161)
Ayat ini termasuk
kelompok ayat Madaniyah (yang diturunkan
pada masa periode Madinah).
Tahap ketiga,
Allah SWT. mengharamkan salah satu bentuk riba, yaitu yang bersifat berlipat
ganda denga larangan yang tegas. Hal ini difirmankan oleh Allah SWT. dalam
surat Ali Imran: 130 yang berbunyi:[5]
$yg•ƒr'¯»tƒ
šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#qè=à2ù's? (##qt/Ìh9$#
$Zÿ»yèôÊr&
Zpxÿy軟ҕB ( ……. ÇÊÌÉÈ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda…….”
(QS. Ali Imran: 130)
Al-Bukhari dan Muslim
meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi SAW. bersabda:
عَنْ
اَبِى هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمْ قَالَ: اِجْتَنِبُوا
السَّبْعَ الْمُوْبِقَاتِ قَالُوْا وَمَا هُنَّ يَا رَسُوْلَ الله ؟ قَالَ : الشِّرْكُ
بِالله, وَالسِّحْرُ, وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِى حَرَّمَ الله اِلَّابِاالْحَقِّ
وَاَكْلُ الرِّبَا وَاَكْلُ مَالَ الْيَتِيْمِ وَالتَّوَلِّى يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفَ
الْمُخْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ (رواه مسلم)
Dari Abi Hurairah bahwasanya Nabi
SAW bersabda: Tinggalkanlah tujuh hal yang dapat membinasakan!, orang-orang
bertanya apakah gerangannya wahai Rasulullah?, beliau menjawab: sirik kepada Allah,
sihir, membunuh jiwa orang diharamkan Allah kecuali dengan hak, makan riba,
makan harta anak yatim, melarikan diri waktu datang serangan musuh dan menuduh
wanita mukmin yang suci tetapi lalai. (HR.
Muslim)
Pada hadist ini
menyatakan bahwa riba termasuk kabair (dosa besar).[6]
Tahap terakhir,
Allah SWT. mengharamkan riba secara total dengan segala bentuknya. Hal ini
disampaikan melalui firman-Nya dalam surat al-Baqarah: 275, 276 dan 278. Dalam
ayat 275 Allah SWT. menyatakan bahwa jual beli sangat berbeda dengan riba.
Dalam ayat 277 Allah SWT memerintahkan untuk meninggalkan segala bentuk riba
yang masih ada. Keharaman riba secara total ini, menurut para pakar fiqh,
berkisar pada abad ke delapan atau awal abad ke sembilan Hijriyah.
Alasan keharaman riba
dalam sunnah Rasulullah SAW. di antaranya adalah sabda Rasulullah SAW. dari Abu
Hurairah yang diriwayatkan Muslim tentang tujuan dosa besar, di antaranya
adalah memakan riba.[7]
Dalam riwayat Abdullah ibn Mas’ud di katakan;
عَنْ
عَلْقَمَةَ عَنْ عَبْدِالله قَالَ : لَعَنَ رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
اَكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ (رواه مسلم)
Dari ‘Alqomah dari
Abdillah berkata: bahwasanya Rasulullah SAW. melaknat pemakan riba, yang
memberi makan dengan cara riba, para saksi dalam masalah riba. (HR.
Muslim)
D.
Hikmah Pengharaman Riba
Riba diharamkan oleh
semua agama samawi. Adapun sebab diharamkannya karena berbahaya besar. Hikmah
diharamkan riba adalah sebagai berikut:
1.
Ia dapat menimbulkan
permusuhan antara pribadi dan mengikis habis semangat kerja sama/saling
menolong sesama manusia. Padahal semua agama terutama Islam amat menyeru kepada
saling tolong menolong, pengutamaan dan membenci orang yang mengutamakan
kepentingan diri sendiri.
2.
Menimbulkan tumbuhnya
mental kelas pemboros yang tidak bekerja, juga dapat menimbulkan adanya
penimbunan harta tanpa kerja keras sehingga tak ubahnya dengan pohon benalu
(parasit) yang tumbuh di atas jerih payah yang lain.
3.
Riba sebagai salah satu
cara menjajah. Karena itu orang berkata: “Penjajahan berjalan di belakang
pedagang dan pendeta”. Dan kita telah mengenal riba dengan segala dampak
negatifnya di dalam menjajah Negara kita.
4.
Setelah semua ini, Islam
menyeru agar manusia suka mendermakan hartanya kepada saudaranya dengan baik
jika saudaranya itu membutuhkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar